BIOLOGI SMA/MA
Kelas XI Semester I
Sistem Gerak
Mengamati Peristiwa Patah Tulang
II. Tulang
A. Struktur Tulang
Tulang terdiri atas lapisan-lapisan yang jika disebutkan dari arah luar ke arah dalam, yaitu periosteum, tulang kompak, tulang spons, endosteum, dan sumsum tulang.
1. Periosteum adalah lapisan terluar tulang yang terdiri atas dua lembar jaringan ikat. Lembaran luar berupa jaringan ikat fibrosa rapat, sedangkan lembaran dalam berupa satu lapis osteoblas (sel pembentuk jaringan tulang) yang bersifat osteogenik (membentuk tulang). Periosteum mengandung pembuluh darah dan serat Sharpey (serat jaringan ikat untuk mengikatkan periosteum ke tulang). Periosteum berfungsi sebagai tempat melekatnya otot-otot rangka, memberikan nutrisi untuk pertumbuhan tulang, dan perbaikan jaringan tulang yang rusak.
2. Tulang kompak (compact bone) merupakan lapisan yang teksturnya halus, padat, sedikit berongga, dan sangat kuat. Tulang kompak mengandung banyak zat kapur kalsium fosfat dan kalsium karbonat sehingga menjadi padat dan kuat. Namun, tulang kompak pada bayi dan anak-anak banyak mengandung serat sehingga bersifat lebih lentur. Tulang kompak banyak ditemukan pada tulang kaki dan tulang tangan.
3. Tulang spons (spongy bone) merupakan lapisan yang teksturnya berongga dan berisi sumsum merah, Tulang spons tersusun dari trabekula-trabekula berupa kisi-kisi tipis tulang.
4. Endosteum adalah jaringan ikat areolar vaskuler yang melapisi rongga sumsum.
5. Sumsum tulang merupakan lapisan paling dalam yang berbentuk jeli serta berfungsi untuk memproduksi sel-sel darah merah, darah putih, dan keping darah.
Pada tulang panjang, terdapat bagian yang disebut diafisis (batang) dan epifisis (ujung tulang yang membesar). Diafisis tersusun dari tulang kompak berbentuk silinder tebal yang berisi sumsum. Epifisis tersusun dari tulang spons yang diselubungi oleh tulang kompak dan dilapisi tulang rawan persendian (hialin). Ujung permukaan tulang persendian dilumasi oleh cairan sinovial dari rongga persendian. Di antara epifisis dan diafisis, terdapat metafisis. Di antara metafisis dan epifisis, terdapat cakram epifisis. Cakram epifisis merupakan bagian tulang yang memiliki kemampuan untuk tumbuh.
B. Bentuk Tulang
Berdasarkan bentuk dan ukurannya, tulang penyusun rangka tubuh dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu tulang pipa (tulang panjang), tulang pendek, tulang pipih, tulang tidak beraturan (irregular bones), dan tulang sesamoid.
1. Tulang pipa (tulang panjang) berbentuk silindris panjang serta memiliki bagian epifisis, diafisis, metafisis, dan cakra epifisis. Tulang pipa berfungsi untuk menahan berat tubuh dan membantu pergerakan. Contohnya, tulang pangkal lengan (humerus), tulang hasta (ulna), tulang pengumpil (radius), tulang paha (femur), tulang kering (tibia), dan tulang betis (fibula)
2. Tulang pendek berukuran pendek dan berbentuk kubus serta tersusun dari tulang spons dan lapisan tipis tulang kompak. Tulang pendek umum ditemukan berkelompok untuk memberikan kekuatan dan kekompakan pada area yang pergerakannya terbatas. Contohnya, tulang pergelangan tangan (karpal) dan tulang pergelangan kaki (tarsal).
3. Tulang pipih berbentuk lempengan dari tulang kompak dan tulang spons yang berisi sumsum. Tulang pipih berfungsi memperluas permukaan untuk perlekatan otot dan memberikan perlindungan. Contohnya, tulang tengkorak, tulang rusuk, dan tulang dada.
4. Tulang tidak beraturan (irregular bones) memiliki bentuk yang tidak beraturan serta tersusun dari tulang spons dan lapisan tipis tulang kompak. Contohnya adalah tulang belakang (vertebrae).
5. Tulang sesamoid merupakan tulang berukuran kecil bulat yang terdapat pada formasi persendian. Tulang sesamoid bersambungan dengan kartilago (tulang rawan), ligamen, atau tulang lainnya. Contoh tulang sesamoid adalah tulang tempurung lutut (patela).
C. Proses Pembentukan dan Perkembangan Tulang
Proses pembentukan tulang disebut osifikasi. Matriks tulang yang keras membuat tulang tidak dapat dibentuk secara interstisial (dari dalam seperti yang terjadi pada kartilago, tetapi dapat terjadi melalui penggantian jaringan yang sudah ada. Ada dua cara pembentukan tulang, yaitu osifikasi intramembranosa dan osifikasi endokondrial (intrakartilago).
1. Osifikasi Intramembranosa
Osifikasi intramembranosa adalah proses pembentukan tulang secara langsung (osifikasi primer) dengan cara mengganti jaringan penyambung padat dengan simpanan garam-garam kalsium untuk membentuk tulang. Pembentukan tulang dengan cara tersebut tidak akan terulang lagi. Osifikasi primer banyak terjadi pada tulang pipih penyusun tengkorak. Proses ini berlangsung pada minggu ke-8 masa kehidupan janin.
Pada awalnya, kelompok sel mesenkim yang berbentuk bintang berdiferensiasi menjadi osteoblas. Osteoblas kemudian menyekresikan matriks organik yang belum mengapur (osteoid). Massa osteoid mengalami kalsifikasi (pengapuran) melalui pengendapan garam-garam tulang. Di sekeliling osteoblas, akan terbentuk lakuna dan kanalikuli. Aktivitas osteoblas, akan membentuk lapisan-lapisan matriks baru sehingga tulang menjadi semakin tebal dan osteoblas menjadi terpendam di dalam matriks. Osteoblas yang terpendam di dalam matriks disebut osteosit (sel tulang). Osteosit menjadi terisolasi di dalam lakuna dan tidak lagi menyekresikan zat intraseluler.
Di beberapa pusat osifikasi, pada awalnya, tulang terdiri atas trabekula yang berongga-rongga, kemudian di antara trabekula tersebut terisi oleh tulang lamelar konsentris sehingga menjadi tulang kompak. Namun, ada yang tetap menjadi tulang spons dengan rongga sumsum berisi jaringan ikat yang mengandung banyak pembuluh darah. Di sekeliling tulang yang sedang tumbuh, terdapat jaringan ikat yang akan tumbuh menjadi periosteum.
2. Osifikasi Endokondrial (Intrakartilago)
Osifikasi endokondrial adalah proses ketika tulang rawan digantikan oleh tulang keras. Osifikasi endokondrial terjadi pada tulang pipa, menyebabkan tulang tumbuh menjadi semakin panjang. Rangka embrio tersusun dari tulang rawan hialin yang terbungkus perikondrium. Proses osifikasi dimulai sejak perkembangan embrio, tetapi beberapa tulang pendek memulai proses osifikasinya setelah kelahiran. Seluruh tulang rawan pada anak-anak akan digantikan oleh tulang keras hingga berusia 18-25 tahun. Diafisis dan epifisis akan menyatu saat pertumbuhan tulang berhenti
Pusat osifikasi primer terbentuk di bagian diafisis tulang panjang. Perikondrium yang melingkari bagian pertengahan diafisis menambah jumlah pembuluh darahnya sehingga bersifat osteogenik. Sel-sel kartilago (kondrosit) melakukan proliferasi sehingga jumlahnya semakin meningkat, ukuran sel semakin membesar, dan berubah menjadi osteoblas. Matriks kartilago mulai mengalami pengapuran (kalsifikasi) melalui proses pengendapan kalsium fosfat. Perikondrium yang mengelilingi diafisis berubah menjadi periosteum, kemudian tampak cincin atau tulang periosteum yang mengelilingi bagian tengah diafisis tulang rawan.
Kondrosit yang nutrisinya terputus oleh kerah tulang dan matriks yang mengapur akan berdegenerasi dan kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan matriks kartilago. Berkas jaringan ikat dan pembuluh darah masuk ke bagian matriks tulang rawan yang berongga-rongga, disebut kuncup periosteum. Sebagian sel jaringan ikat embrional tersebut berkembang menjadi osteoblas. Kuncup periosteum yang mengandung osteoblas masuk ke dalam spikula kartilago yang mengapur melalui ruang yang dibentuk oleh osteoklas (sel penghancur tulang). Osteoblas kemudian meletakkan zat-zat tulangnya pada spikula kartilago yang mengapur (terkalsifikasi). Dengan demikian, terbentuklah pusat osifikasi primer di pusat diafisis. Zona osifikasi endokondrium ini akan meluas menuju ke arah epifisis.
Setelah kelahiran, pusat osifikasi sekunder terjadi pada kartilago epifisis di kedua ujung tulang. Beberapa bagian tulang memiliki tulang rawan yang tidak digantikan oleh tulang keras, yaitu kartilago atikular (tulang rawan persendian) dan kartilago cakram epifisis yang terletak di antara epifisis dengan diafisis.
D. Faktor Pertumbuhan Tulang
Pertumbuhan tulang dapat dipengaruhi oleh faktor genetik, nutrisi, endokrin, dan sistem saraf.
1. Faktor herediter (genetik)
Tinggi badan anak secara umum akan mengikuti tinggi badan orang tua.
2. Faktor nutrisi
Suplai bahan makanan yang mengandung kalsium, fosfat, protein, vitamin A, dan vitamin D, penting untuk pertumbuhan tulang dan menjaga kesehatan tulang.
3. Faktor endokrin
Beberapa jenis hormon berperan dalam pertumbuhan dan organisasi tulang, antara lain sebagai berikut.
a. Hormon paratiroid (PTH = Parathyroid Hormone) yang bekerja saling berlawanan dalam memelihara kadar kalsium dalam darah, yaitu sebagai berikut.
•Merangsang osteoklas, resorpsi tulang (penghancuran tulang), dan melepas kalsium dari tulang ke dalam darah.
•Merangsang absorpsi (penyerapan) kalsium dan fosfat dari usus.
•Reabsorpsi (penyerapan kembali) kalsium di tubulus renalis pada ginjal.
b. Hormon tirokalsitonin dihasilkan oleh sel-sel parafolikuler dari kelenjar tiroid yang bekerja menghambat resorpsi tulang.
c. Hormon pertumbuhan somatotropin (STH = Somatotrophin Hormone) dihasilkan oleh hipofisis anterior (bagian depan) yang bekerja mengendalikan pertumbuhan tulang terutama pemanjangan tulang pipa.
d. Hormon tiroksin berfungsi mengendalikan pertumbuhan tulang, peremajaan tulang, dan kematangan tulang.
e. Hormon kelamin, yaitu hormon estrogen pada wanita dan hormon androgen pada laki-laki. Hormon kelamin dapat merangsang pertumbuhan tulang. Pada wanita, pertumbuhan tulang biasanya berhenti pada usia sekitar 17-18 tahun. Pada laki-laki, pertumbuhan tulang maksimal terjadi hingga usia 18-20 tahun. Sementara itu, kepadatan tulang biasanya tercapai di usia 25 tahun.
4. Faktor sistem saraf
Gangguan sistem saraf yang disebabkan oleh penyakit akan menghambat pertumbuhan tulang, misalnya poliomielitis.
0 Comments