PPKn XI - Semester 3 - Sistem Hukum dan Peradilan di Indonesia sesuai UUD NRI Tahun 1945 - Sistem Peradilan Indonesia

PPKn XI - Semester 3 - Sistem Hukum dan Peradilan di Indonesia sesuai UUD NRI Tahun 1945 - Sistem Peradilan Indonesia

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN  SMA/MA

Kelas XI Semester 1





BAB 3
Sistem Hukum dan Peradilan di Indonesia sesuai UUD NRI Tahun 1945


Pendalam Materi


    Pemberian sanksi hukuman melalui proses peradilan harus sesuaikan dengan sistem hukum yang berhku Sistem adalah suatu kesatuan yang di dalamnya terdiri atas beberapa komponen atau bagian yang saling berhubungan. Artinya, komponen-komponen tersebut akan saling memengaruhi dan melengkapi untuk mencapai tujuan tertentu (Bakri, 2013, 20).

    Hukum Indonesia merupakan suatu sistem. Artinya, hukum Indonesia bukan sekadar kumpuan peraturan- peraturan yang masing-masing berdiri sendiri. Untuk mengetahui sistem hukum Indonesia, simaklah penjelasan berikut.


B. Sistem Peradilan Indonesia


    Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa "Negara Indonesia adalah negara hukum." Sebagai negara hukum, Indonesia menjamin warga negaranya untuk mendapatkan keadilan sesuai hukum yang berlaku. Keadilan akan didapatkan melalui kekuasaan kehakiman dengan perantara peradilan. Untuk memahami lebih lanjut tentang sistem peradilan di Indonesia, simak materi berikut.


1. Pengertian dan Dasar Hukum Peradilan di Indonesia


    Peradilan adalah segala sesuatu mengenai perkara pengadilan. Peradilan dilakukan "Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Setiap peradilan di seluruh wilayah Indonesia adalah peradilan negara yang dianur dengan undang-undang

    Peradilan di Indonesia diselenggarakan oleh kekuasaan kehakiman. Pasal 24 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menegaskan bahwa "Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Adapun dasar hukum terbentuknya lembaga-lembaga peradilan di Indonesia sebagai berikut.

      a. Pancasila terutama sila kelima, yaitu "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
      b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) Bab pasal 24, pasal 24A, pasal 24B, dan pasal 24C.
      c. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
      d. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
      e. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
      f. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
      g. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
      h. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
      i. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
      j. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
      k. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
      l. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
    m. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
     n. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
     o. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
     p. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
     q. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
     r. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.


2. Klasifikasi Lembaga Peradilan di Indonesia

    Lembaga peradilan merupakan lembaga yang mempunyai fungsi menegakkan hukum dan keadilan. Terkait dengan hal tersebut, Apekoorn menyatakan bahwa lembaga peradilan merupakan instansi yang mempunyai fungsi untuk memutus dan menyelesaikan perselisihan, di mana lembaga peradilan tersebut tidak mempunyai kepentingan dalam perkara maupun tidak merupakan bagian dari pihak yang berselisih, tetapi berdiri sendiri di atas perkara, dan menyelesaikan pokok perselisihan di bawah suatu peraturan umum.

    Dengan dasar pemikiran tersebut, Indonesia sebagai negara hukum juga telah mengatur mengenai lembaga peradilan dalam UUD NRI Tahun 1945. Hal tersebut secara eksplisit diatur dalam Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 24 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa "Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi". Dapat disimpulkan bahwa kekuasaan kehakiman tertinggi dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.

a. Mahkamah Agung dengan Peradilan di Bawahnya


    Pasal 24A ayat (1)-(5) UUD NRI Tahun 1945 menjelaskan bahwa Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang. Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden. Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung. Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.

    Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi. Terdapat empat lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Keempat lingkungan peradilan ini memiliki kompetensi yang berbeda dalam memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara.

1) Peradilan Umum


    Berdasarkan pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa peradilan umum berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh pengadilan negeri dan pengadilan tinggi.

      a) Pengadilan negeri berkedudukan di ibu kota kabupaten. Pengadilan negeri dibentuk dengan keputusan presiden. Pengadilan negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, serta menyelesaikan perkara pidana dan perkara tingkat pertama.
      b) Pengadilan tinggi berkedudukan di ibukota provinsi. Pengadilan tinggi dibentuk dengan undang-undang, Pengadilan tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perkara perdata di tingkat banding. Pengadilan tinggi juga bertugas dan berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan negeri di daerah hukumnya.

2) Peradilan Agama


    Berdasarkan pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa peradilan agama berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara antara orang-orang beragama Islam sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama.

      a) Pengadilan agama berkedudukan di ibu kota kabupaten. Pengadilan ini dibentuk dengan keputusan presiden. Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan; kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; wakaf dan shadaqah; serta ekonomi syariah.
        (1) Waris adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris penentuan bagian masing-masing waris.
        (2) Wasiat adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.
        (3) Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.

    Untuk mengetahui penjelasan perkara-perkara yang diperiksa dan diputuskan oleh pengadilan agama, Anda dapat memindai QR Code di samping!

      b) Pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibu kota provinsi. Pengadilan ini dibentuk dengan undang-undang. Pengadilan tinggi agama bertugas dan berwenang mengadili perkara yang menjadi kewenangan pengadilan agama dalam tingkat banding. Pengadilan tinggi agama juga bertugas dan berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan agama di daerah hukumnya.

3) Peradilan Militer


    Berdasarkan pasal 25 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, peradilan militer berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana militer sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.NKewenangan tersebut diatur dalam pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Pasal 9

    Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang:

1. Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah:

      a. Prajurit,
      b. yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan prajurit,
      c. anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang;
      d seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c, tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

2. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata.
3. Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang bersangkutan atas permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan, dan sekaligus memutus kedua perkara tersebut dalam satu putusan.

    Peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan angkatan bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara. Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer meliputi pengadilan militer, pengadilan militer tinggi, pengadilan militer utama, dan pengadilan militer pertempuran. Kekuasaan tiap-tiap pengadilan diatur dalam pasal 40-46 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer seperti berikut.

Paragraf 1
Kekuasaan Pengadilan Militer

Pasal 40

    Pengadilan Militer memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang Terdakwanya adalah:

      a. Prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah;
      b. mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 huruf b dan huruf c yang Terdakwanya "termasuk tingkat kepangkatan" Kapten ke bawah; dan
      c. mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili oleh Pengadilan Militer.

Paragraf 2
Kekuasaan Pengadilan Militer Tinggi

Pasal 41

  (1) Pengadilan Militer Tinggi pada tingkat pertama:
    a. memeriksa dan memutus perkara pidana yang Terdakwanya adalah:
       1) Prajurit atau salah satu Prajuritnya berpangkat Mayor ke atas;
       2) mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 huruf b dan huruf c yang Terdakwanya atau salah satu Terdakwanya "termasuk tingkat kepangkatan" Mayor ke atas; dan
       3) mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili oleh Pengadilan Militer Tinggi;
    b. memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata.

  (2) Pengadilan Militer Tinggi memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana yang telah diputus oleh Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding.

  (3) Pengadilan Militer Tinggi memutus pada tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya.

Paragraf 3
Kekuasaan Pengadilan Militer Utama

Pasal 42

    Pengadilan Militer Utama memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana dan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang telah diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan Militer Tinggi yang dimintakan banding.

Pasal 43

  (1) Pengadilan Militer Utama memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang wewenang mengadili:
    a. antar Pengadilan Militer yang berkedudukan di daerah hukum Pengadilan Militer Tinggi yang berlainan;
    b. antar Pengadilan Militer Tinggi; dan
    c. antara Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer.
  (2) Sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi:
    a. apabila 2 (dua) pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama;
    b. apabila 2 (dua) pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara yang sama.
  (3) Pengadilan Militer Utama memutus perbedaan pendapat antara Perwira Penyerah Perkara dan Oditur tentang diajukan atau tidaknya suatu perkara kepada Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

Pasal 44

  (1) Pengadilan Militer Utama melakukan pengawasan terhadap:
    a. penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran di daerah hukumnya masing-masing;
    b. tingkah laku dan perbuatan para Hakim dalam menjalankan tugasnya.
  (2) Pengadilan Militer Utama berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran.
  (3) Pengadilan Militer Utama memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran.
  (4) Pengawasan dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
  (5) Pengadilan Militer Utama meneruskan perkara yang dimohonkan kasasi, peninjauan kembali, dan grasi kepada Mahkamah Agung.

Paragraf 4
Kekuasaan Pengadilan Militer Pertempuran

Pasal 45

    Pengadilan Militer Pertempuran memeriksa dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara pidana yang dilakukan oleh mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 di daerah pertempuran.

Pasal 46

    Pengadilan Militer Pertempuran bersifat mobil mengikuti gerakan pasukan dan berkedudukan serta berdaerah hukum di daerah pertempuran.

4) Peradilan Tata Usaha Negara

    Berdasarkan pasal 25 ayat (5) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa peradilan tata usaha negara berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sesuai ketentuan peraturan perundang undang Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan tata usaha negara dilaksanakan oleh pengadilan tata usaha negara dan pengadilan tinggi tata usaha negara.

a) Pengadilan Tata Usaha Negara


    Pengadilan tata usaha negara berkedudukan di ibukota kabupaten. Pengadilan ini dibentuk dengan ke keputusan presiden. Pengadilan tata usaha negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan me nyelesaikan sengketa tata usaha negara di tingkat pertama.

    Perangkat pengadilan tata usaha negara antara lain pimpinan, hakim anggota, panitera, sekretaris, dan juru sita. Pimpinan pengadilan terdiri atas ketua dan wakil ketua. Hakim pengadilan adalah pejabat yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul Mahkamah Agung. Wakil ketua dan hakim pengadilan tata usaha negara disumpah oleh ketua pengadilan tata usaha negara.

b) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

    Pengadilan tinggi tata usaha negara berkedudukan di ibukota provinsi. Pengadilan ini dibentuk dengan undang-undang. Pengadilan tinggi tata usaha negara bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara di tingkat banding Pengadilan tinggi tata usaha negara juga bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan tata usaha negara di dalam daerah hukumnya.

    Pengadilan tinggi tata usaha negara hanya ada empat di seluruh Indonesia yaitu di Medan, Jakarta, Surabaya, dan Makassar. Perangkat pengadilan tinggi tata usaha negara terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris. Pimpinan pengadilan tinggi tata usaha negara terdiri atas seorang ketua dan wakil ketua. Ketua pengadilan tinggi tata usaha negara disumpah oleh ketua Mahkamah Agung. Hakim anggota pengadilan tinggi tata usaha negara adalah hakim tinggi. Wakil ketua dan hakim pengadilan tata usaha negara diambil sumpahnya oleh ketua pengadilan tata usaha negara.

    Di dalam keempat lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung tersebut dapat dibentuk pengadilan khusus. Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menjelaskan bahwa, pengadilan khusus adalah pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang diatur dalam undang-undang. Artinya, pengadilan khusus tidak boleh dibentuk di luar keempat lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung. Dalam pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dijelaskan bahwa pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung. Klasifikasi pengadilan khusus antara lain pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial dan perikanan yang berada di lingkungan peradilan umum, serta pengadilan pajak yang berada di bawah lingkungan peradilan tata usaha negara.

b. Mahkamah Konstitusi


    Ketentuan terkait Mahkamah Konstitusi diatur dalam pasal 24C ayat (1)-(6) UUD NRI Tahun 1945. Pada pasal tersebut dinyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut undang-undang dasar. Mahkamah Konstitusi terdiri atas sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.

    Selain pasal 24A dan pasal 24C UUD NRI Tahun 1945 yang secara khusus membahas tentang Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, terdapat pasal 24B dalam ketentuan kekuasaan kehakiman. Pasal 24B pada dasarnya tidak berhubungan secara langsung dalam proses penyelenggaraan peradilan di Indonesia. Akan tetapi, semua isi dalam pasal 24B berhubungan erat dengan proses penyelenggaraan peradilan di Indonesia. Isi pasal tersebut sebagai berikut.
      a. Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
      b. Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
      c. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
      d. Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.


3. Tingkatan Peradilan Nasional


    Secara institusional, peradilan terdiri atas peradilan tingkat pertama, peradilan tingkat kedua, dan Mahkamah Agung. Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi. Dengan demikian, keberadaan sistem peradilan memiliki jenjang atau tingkatan secara institusional Setiap perkara akan ditangani dari pengadilan tingkat pertama, kedua, hingga Mahkamah Agung. Setiap perkara gugatan yang masuk, tidak diajukan langsung kepada Mahkamah Agung ataupun pengadilan tinggi, tetapi pada pengadilan tingkat pertama terlebih dahulu (Harun, 2010, 53).

  Coba perhatikan bunyi pasal 24 UUD NRI Tahun 1945 berikut!
      (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
      (3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.

    Kata bercetak tebal pada pasal 24 ayat (2) dan (3) UUD NRI Tahun 1945 menjelaskan bahwa terdapat tingkatan antara Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya. Tingkatan peradilan di Indonesia dimaksudkan untuk me. lakukan penataan sistem peradilan yang terpadu demi mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan peradilan yang bersih serta berwibawa. Tingkatan sistem peradilan di Indonesia sebagai berikut.

a. Pengadilan Tingkat Pertama


    Tugas dan wewenang pengadilan tingkat pertama atau pengadilan negeri adalah me meriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama. Tugas dan wewenang pengadilan tingkat pertama sebagai berikut.
      1) Menyatakan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyelidikan, atau penghentian tuntutan.
      2) Tentang ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
      3) Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang hukum kepada instansi pemerintah di daerahnya, apabila diminta.
      4) Mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku hakim, panitera, sekretaris dan juru sita di daerah hukumnya.
      5) Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan dan menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan saksama dan sewajarnya.
      6) Memberikan petunjuk, teguran, dan peringatan yang dipandang perlu dengan tidak mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
      7) Melakukan pengawasan atas pekerjaan notaris di daerah hukumnya dan melaporkan hasil pengawasannya kepada ketua pengadilan tinggi, ketua Mahkamah Agung, dan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi jabatan notaris.

b. Pengadilan Tingkat Kedua


    Pengadilan tingkat kedua atau pengadilan tinggi sering mendapat julukan pengadilan banding. Tugas pengadilan tingkat kedua sebagai berikut
      1) Menjadi pemimpin untuk pengadilan-pengadilan negeri yang terdapat pada daerah hukumnya.
      2) Mengawasi serta meneliti tingkah laku hakim di pengadilan negeri dalam daerah hukumnya.
      3) Guna kepentingan negara serta keadilan, pengadilan tinggi mampu memberikan teguran, petunjuk, serta peringatan yang dianggap perlu terhadap pengadilan negeri di daerah hukumnya.
      4) Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan yang terdapat di daerah hukumnya serta menjaga agar peradilan tersebut diselesaikan dengan saksama dan sewajarnya.

  Selain memiliki tugas seperti di atas, pengadilan tinggi memiliki wewenang sebagai berikut.
      1) Memiliki wewenang dalam memerintahkan pengiriman lampiran-lampiran perkara serta surat-surat guna melakukan penelitian serta memberi penilaian mengenai kecakapan serta kerajinan terhadap para hakim.
      2) Mengadili perkara yang sudah diputuskan oleh pengadilan negeri di daerah hukumnya yang telah dimintakan banding.

c. Pengadilan Tingkat Kasasi


    Kasasi memiliki arti pembatalan putusan ataupun penetapan pengadilan yang berasal dari keseluruhan lingkungan peradilan. Permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon terhadap perkaranya telah menggunakan upaya hukum banding kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

    Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawahnya, kecuali undang-undang menentukan lain. Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi dapat membatalkan putusan atau penetapan pengadilan dari semua lingkungan peradilan yang berada di bawahnya karena:
      1) tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
      2) salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku; dan
      3) lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung menyatakan bahwa Mahkamah Agung dalam kekuasaan kehakiman memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut.
      1) Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang
      2) Menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
      3) Mengawasi penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman.
      4) Memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang kewenangan mengadili.



Post a Comment

0 Comments