PK Sejarah Indonesia XI - Semester 1 - Sumpah Pemuda dan Jati Diri Keindonesiaan - Sumpah Pemuda: Tonggak Persatuan dan Kesatuan - Bagian 1

PK Sejarah Indonesia XI - Semester 1 - Sumpah Pemuda dan Jati Diri Keindonesiaan - Sumpah Pemuda: Tonggak Persatuan dan Kesatuan - Bagian 1

Sejarah Indonesia SMA/MA

Kelas XI Semester I




BAB 4
Sumpah Pemuda dan Jati Diri Keindonesiaan


Pendalam Materi


B. Sumpah Pemuda: Tonggak Persatuan dan Kesatuan



1. Federasi dan "Front Sawo Matang"


Pada uralan di depan sudah disebutkan bahwa kaum muda terpelajar belum puas dengan perkembangan organisasi pergerakan yang belum bersatu. Kesadaran kebangsaan sudah tumbuh, tetapi masih terbatas pada anggota masing-masing organisasi. Dengan belajar dari perjuangan PI pemuda semakin bersemangat untuk mewujudkan persatuan di antara organisasi organisasi pergerakan yang ada.


Asas perjuangan PI tidak hanya menginspirasi para muda terpelajar, tetapi juga tokoh-tokoh organisasi pada umumnya. Sebagai contoh Ir. Sukarno, la belum juga puas dengan keadaan dan perkembangan organisasi-organisasi yang ada, termasuk PNI sebagai organisasi yang ia pimpin. Perkembangan PNI memang sangat pesat tetapi belum mampu membangun jaringan dan kerja sama dengan organisasi-organisasi yang lain. Oleh karena itu, Ir. Sukarno ingin membentuk wadah yang merupakan gabungan dari berbagal organisasi. Sukarno pernah membentuk Konsentrasi Radikal pada tahun 1922. Konsentrasi Radikal dimaksudkan merupakan wadah penyatuan para nasionalis dan partai-partai yang diwakilinya.


Gagasan tentang persatuan dan kerja sama antarorganisasi itu sudah lama didengungkan oleh Pl. Bahkan "persatuan menjadi salah satu asas perjuangan Pl. Tahun 1926 Moh. Hatta dengan tegas menyatakan perlunya diciptakan "blok nasional" yang terdiri atas partai-partai politik (organisasi- organisasi pergerakan), baik yang berbasis komunis maupun yang nasionalis, (baik yang agamis maupun yang sekuler), guna menghadapi penjajahan pemerintah Hindia Belanda. Namun sayangnya pada tahun 1926 dan awal tahun 1927 PKI dengan ambisinya melakukan gerakan sendiri melawan kekuasaan Belanda dan akhirnya dapat dihancurkan oleh Belanda.


Dengan peristiwa itu, maka tokoh-tokoh pergerakan nasionalis semakin bersemangat untuk membentuk kekuatan bersama. Apalagi kondisi politik saat itu yang diwarnai dengan sikap keras dan kejam pemerintah kolonial terhadap organisasi-organisasi pergerakan Oleh karena itu, sangat diperlukan kerja sama antara berbagal organisasi pergerakan yang ada. Kebetulan juga pada tahun 1927 telah terbit beberapa surat kabar yang memuat tulisan tentang perlunya mengatasi berbagai perbedaan untuk membangun kerja sama yang lebih kokoh.


Dalam rangka merealisasikan gagasan tentang persatuan itu, Ir. Sukarno ingin membentuk wadah persatuan dengan memadukan aliran nasionalisme, Islam dan marxisme, sehingga merupakan kekuatan moral dan nasionalisme yang kokoh. Ir. Sukarno mendesak para pemimpin organisasi untuk membentuk sebuah federasi antarpartai dan organisasi yang sekaligus merupakan "front sawo matang" untuk menghadapi praktik diskriminasi kelompok kulit putih yang merasa superior. Federasi dalam hal ini harus mencerminkan situasi sosial dan politik di Indonesia dengan berbagai orientasi dan aliran yang beragam. Mengingat realitas ini maka federasi dibuat longgar dan tidak lebur. Ir. Sukarno segera menemui beberapa pimpinan organisasi untuk membahas ide persatuan melalui sebuah federasi Sukarno juga bertemu dengan Dr. Sukiman sebagai pimpinan Partai Sarekat Islam (PSI) sebagai organisasi atau partai yang cukup besar di Indonesia. Serangkaian pertemuan dan diskusi dilakukan untuk membahas tentang pembentukan federasi antarpartai dan organisasi di Indonesia. Ada pemikiran bahwa organisasi baru hasil federasi itu akan diberi nama "Persatuan Rakyat Indonesia" (Sardiman AM, 1996).


Untuk membahas secara resmi tentang ide federasi tersebut maka pada tanggal 17-18 Desember 1927 diadakan rapat di Bandung. Hadir dalam rapat itu antara lain perwakilan dari BU, PNI, PSI, PPKI, beberapa organisasi pemuda seperti Sumatranen Bond, Kaum Betawi, Pasundan, Kelompok Studi Indonesia. Mereka sepakat mendirikan sebuah federasi yang diberi nama "Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia" (PPPKI). Kemudian sebelum terbentuk kepengurusan federasi yang tetap, terlebih dulu dibentuk semacam panitia yang diketuai oleh Sabirin. Akhirnya terbentuk kepengurusan tetap PPPKI, sebagai berikut.


Dewan Penasihat : Ir. Sukarno dan Dr. Sukiman

Ketua : Iskaq Cokroadisuryo

Sekretaris merangkap Bendahara : Dr. Samsi


Adapun tujuan dari PPPKI adalah sebagai berikut:

1) Mencegah perselisihan antarpartai dan organisasi.

2) Menyatukan arah dan cara beraksi dalam perjuangan ke kemerdekaan Indonesia.

3) Mengembangkan persatuan kebangsaan Indonesia dengan berbagai lambangnya, seperti Sang Merah Putih, lagu Indonesia Raya dan Bahasa Indonesia,



2 Cita-Cita Persatuan


Munculnya elite baru di kalangan kaum muda terpelajar, telah melahirkan pemahaman baru, yakni tentang kebangsaan. Kalangan elite baru itu lebih cenderung memilih pekerjaan sebagai guru, penerjemah, dokter, pengacara, dan wartawan agar dapat memberikan perlindungan dan advokasi kepada rakyat.


Tujuh tahun setelah didirikannya Budi Utomo, pemuda Indonesia mulai bangkit meskipun dalam loyalitas kedaerahan. Seperti telah disinggung di depan bahwa pada tahun 1915 telah lahir organisasi pemuda yang pertama, Trikoro Darmo. Trikoro Darmo ini diharapkan menjadi wadah pembinaan generasi muda untuk penjadi pemimpin nasional yang memiliki rasa cinta tanah air.


Organisasi Trikoro Darmo dirasakan para anggotanya cenderung Jawa sentris, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Oleh karena itu, dalam kongresnya di Solo pada 12 Juli 1918, nama Trikoro Darmo diganti menjadi Jong Java, yang berarti Jawa Muda. Harapannya masyarakat dan komunitas Sunda di Jawa Barat dan juga Kaum Betawi bisa bergabung dengan Jong Java.


Pada dasarnya Jong Java ini bukan organisasi politik dan anggotanya tidak berpolitik. Organisasi ini lebih menaruh perhatian pada pendidikan dan pelatihan. Namun dalam perkembangannya atas usul Samsurijal pada kongers Jong Java tahun 1924, bahwa anggota Jong Java itu dibagi dalam dua kelompok Kelompok pertama anggota yang berusia di bawah 18 tahun tidak boleh berpolitik dan kelompok kedua anggota yang berusia 18 tahun ke atas diizinkan untuk ikut dalam gerakan politik.


Berkembangnya organisasi Jong Java ini telah mendorong munculnya organisasi pemuda di berbagai daerah. Misalnya pada tanggal 9 Desember 1917 berdiri organisasi pemuda Jong Sumatranen Bond. Organisasi ini didirikan oleh para pelajar dan pemuda Sumatera yang ada di Jakarta Tokohnya antara lain Moh. Hatta, Muh. Yamin. Tujuannya untuk mempererat tali persaudaraan dan persatuan antarpelajar dari Sumatera.


Pada tahun 1918 berdiri organisasi pemuda yang bernama Jong Minahasa. Menyusul berikutnya berdiri Jong Celebes (Sulawesi), Jong Ambon, Jong Borneo (Kalimantan). Kemudian Sekar Rukun, organisasi pemuda dari tanah Sunda yang didirikan oleh para pelajar Sekolah Guru. Organisasi-organisasi Ini berorientasi pada kedaerahan atas dasar prinsip persatuan. Tujuan dikembangkannya organisasi-oraganisasi itu untuk mempersatukan para pemuda dan pelajar yang merupakan keturunan dari orang tua yang berasal dari daerah-daerah yang bersangkutan (misalnya anggota Jong Celebes para pemuda/pelajar keturunan orang tua dari Sulawesi, Jong Ambon, para pemuda keturunan orang tua dari Ambon, dan begitu seterusnya).


Selain berkembang organisasi pemuda dari berbagai daerah juga muncul organisasi pemuda dari kelompok agama. Sebagai contoh dari penganut agama Islam muncul organisasi Jong Islamieten Bond (IB). Organisasi ini atas Ide Agus Salim setelah usulnya untuk memasukkan unsur Islam di dalam Jong Java, tidak diterima. Oleh karena dibentuk Jong Islamieten Bond untuk mewadahi para pemuda yang berasal dari kalangan Islam. Sebagai ketua JIB dipercayakan kepada Samsurijal dan Agus Salim sebagai penasihat. Sekalipun berbasis Islam, JIB memperjuangkan persatuan nasional.


Perkembangan organisasi-organisasi pemuda tersebut semakin meramaikan suasana pergerakan kebangsaan di Indonesia, apalagi setelah beberapa organisasi pemuda mulai bersentuhan dengan gerakan politik. Sebagai contoh pada lustrum pertama Jong Sumatranen Bond pada tahun 1923 Dalam lustrum itu Muh. Yamin menyampaikan pidato yang bertajuk; De Maletsche Taal in het verleden, heden en in de toekomst (Bahasa Melayu di Masa Lampau, Sekarang dan Masa Datang). Muh. Yamin melontarkan gagasan pentingnya sebuah majalah kebudayaan yang diberi nama Malaya (nama ini dalam rangka mengambil hati penduduk Malaya yang masih berada di bawah penjajahan Inggris). Gagasan ini dapat dimaknai bahwa perlunya bangsa Indonesia memiliki bahasa pengantar yang bersumber dari budaya sendiri (Restu Gunawan, "Pemuda dan Perempuan dalam Dinamika Nasionalisme Indonesia, dalam buku Indonesia dalam Arus Sejarah, 2012). Begitu juga Jong Java setelah tahun 1924 nuansa politik semakin jelas. Sementara itu JIB sudah sangat kental dengan gerakan politik. Dengan demikian, telah terjadi perubahan pesat dan radikal di lingkungan organisasi pemuda. Organisasi pemuda saat itu semakin meluas untuk mencapai cita cita persatuan Indonesia.


Pada tanggal 15 November 1925 dilaksanakan pertemuan organisasi organisasi pemuda Hadir dalam pertemuan itu antara lain perwakilan dari Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Celebes, Pelajar pelajar Minahasa, Sekar Rukun. Dalam pertemuan ini antara lain dibahas tentang rencana kongres pemuda. Kemudian setelah pertemuan ini juga dibentuk sebuah komite dipimpin oleh Tabrani. Komite ini diberi tanggung jawab untuk menyelenggarakan kongres pemuda.


Setelah dilakukan berbagai persiapan maka pada 30 April - 2 Mei 1926, diadakannya rapat besar pemuda di Jakarta, yang kemudian dikenal dengan Kongres Pemuda Pertama Kongres itu diketuai oleh M. Tabrani. Tujuan kongres itu adalah untuk mencapai perkumpulan pemuda yang tunggal yaitu membentuk suatu badan sentral. Keberadaan badan sentral ini dimaksudkan untuk memantapkan paham persatuan kebangsaan dan mempererat hubungan antara semua perkumpulan pemuda kebangsaan.


Gagasan-gagasan persatuan dibicarakan dan juga dipaparkan oleh para tokoh dalam kongres itu. Sumarto misalnya, tampil sebagai pembicara dengan topik "Gagasan Persatuan Indonesia. Bahder Djohan tampil dengan topik "Kedudukan Wanita dalam Masyarakat Indonesia". Nona Adam yang menyampaikan gagasannya tentang Kedudukan Kaum Wanita". Djaksodippero berbicara tentang "Rapak Lumuh". Paul Pinontoan berbicara tentang "Tugas Agama di dalam Pergerakan Nasional" Muhammad Yamin berbicara tentang "Kemungkinan Perkembangan Bahasa-Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia di Masa Mendatang".


Gagasan yang disampaikan oleh Yamin dalam kongres itu merupakan pengulangan dari pidatonya yang disampaikan dalam Lustrum I Jong Sumatranen Bond Saat itu pidato Yamin mendapat komentar dari Prof. Dr. Hooykes, bahwa kelak Muh. Yamin menjadi pelopor bagi usaha penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar dan pergaulan di Indonesia. Dengan demikian, penggunaan bahasa Belanda dapat semakin terdesak.


Dalam Kongres Pemuda I telah muncul kesadaran dan kesepahaman tentang perlunya bahasa kesatuan. Pada saat kongres ini telah diusulkan untuk memutuskan bahasa kesatuan yang pilihannya antara bahasa Jawa atau Bahasa Melayu. Setelah dipilih satu di antara dua bahasa itu akhirnya dipilih Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan yang disebut dengan Bahasa Indonesia. Jadi pada akhir Kongres Pemuda I itu sudah disepakati dan diputuskan bahwa bahasa persatuan adalah Bahasa Indonesia. Hanya pada waktu M. Tabrani mengusulkan dan kemudian memutuskan agar Ikrar Pemuda yang mengakui Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dibicarakan lagi pada Kongres Pemuda berikutnya. Inilah hasil penting dari Kongres Pemuda l.


Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Kongres Pemuda telah melahirkan keputusan yang mendasar yakni mengakui dan menerima tentang cita-cita persatuan Indonesia dan bahasa Indonesia disepakati sebagai perekatnya. Perlu diketahui bahwa usul mengenai bahasa Indonesia itu sebenarnya datang dari M. Tabrani. Semula Muh. Yamin agak keberatan, namun setelah berdiskusi dengan Sanusi Pane dan dan Adinegoro, disepakati yang diusulkan sebagai bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia yang intinya berasal dari bahasa Melayu yang akan diperkaya oleh bahasa-bahasa lainnya.








Post a Comment

0 Comments