PK Sejarah Indonesia XI - Semester 1 - Sumpah Pemuda dan Jati Diri Keindonesiaan - Sumpah Pemuda: Tonggak Persatuan dan Kesatuan - Bagian 2

PK Sejarah Indonesia XI - Semester 1 - Sumpah Pemuda dan Jati Diri Keindonesiaan - Sumpah Pemuda: Tonggak Persatuan dan Kesatuan - Bagian 2

Sejarah Indonesia SMA/MA

Kelas XI Semester I




BAB 4
Sumpah Pemuda dan Jati Diri Keindonesiaan


Pendalam Materi


B. Sumpah Pemuda: Tonggak Persatuan dan Kesatuan



3. Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa


Perangkat lunak untuk membangun dan memperkokoh persatuan sudah disepakati, yakni bahasa. Namun, dalam rangka melawan penjajahan harus juga diwujudkan secara kongkret Organisasi atau partai yang berjalan sendiri sendiri tentu tidak efektif. Begitu juga organisasi pemuda yang terpisah-pisah tidak akan bisa melawan penjajahan Oleh karena itu, setelah Kongres Pemuda berakhir, berkembang usulan agar dilakukan penggabungan berbagai organisasi pemuda yang ada. Sebagai realisasinya maka pada tanggal 15 Agustus 1926 diadakan pertemuan organisasi-organisasi pemuda di Jakarta Hadir dalam pertemuan itu perwakilan antara lain dari Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, Jong Bataks Bond, Jong Celebes, Perhimpunan Pelajar Ambon, juga dihadiri Komite Kongres Pemuda I. Dalam pertemuan ini diusulkan agar dibentuk badan tetap untuk keperluan persatuan Indonesia. Berkaitan dengan usulan ini maka tanggal 31 Agustus 1926 telah disahkan Anggaran Dasar untuk suatu perkumpulan atau organisasi pemuda yang baru yang diberi nama Jong Indonesia. Namun realisasinya belum memuaskan seperti yang diharapkan para pemuda. Baru pada tanggal 20 Februari 1927 ada pertemuan yang digagas oleh Algemene Studie Club di Bandung Pertemuan tersebut berhasil mendirikan organisasi pemuda yang diberi nama Jong Indonesia. Organisasi ini berdasarkan pada asas kebangsaan atau nasionalisme. Tokoh-tokoh yang ada di dalam Jong Indonesia itu antara lain: Sutan Syahrir, Suwiryo, Halim, Moh. Tamzil, Yusupadi, dan Notokusumo.


Di samping organisasi itu, pada bulan September 1926 juga diadakan pertemuan para pelajar atau mahasiswa. Dalam pertemuan itu berhasil dibentuk perkumpulan yang diberi nama Perhimpunan Pelajar-pelajar di Indonesia (PPPI). Anggota umumnya dari para mahasiswa STOVIA dan Sekolah Tinggi Hukum PPPI bertujuan untuk memperjuangkan Indonesia merdeka. Cita-cita hanya dapat tercapai bila paham kedaerahan dihilangkan dan perselisihan pendapat di antara kaum nasionalis harus dihapuskan Aktivitas PPP meliputi gerakan pemuda, sosial, dan politik. Ketua perkumpulan itu Soegondo Djojopoespito, tokoh-tokoh lainnya adalah Muh. Yamin, Abdullah Sigit, Suwiryo, Sumitro Reksodiputro, A.K. Gani, Sunarko, Amir Syarifuddin, dan Symanang Perhimpunan itu sering berkumpul di Indonesische Clubgebouw yang terletak di Jl. Kramat No 196, Weltevreden. Mereka mempunyai hubungan antaranggota yang sangat dekat dan tidak formal. PPPI memiliki peran penting dalam pertemuan-pertemuan berikutnya dalam rangka mewujudkan persatuan Indonesia untuk melawan penjajahan Belanda. Dua oragisasi PPPI dan Jong Indonesia ini memiliki peran strategis dalam perjuangan pemuda untuk mewujudkan persatuan Indonesia


Memasuki tahun 1927 perjuangan pemuda mengalami percepatan yang luar biasa. Setiap ide persatuan untuk membebaskan Indonesia ditangkap dengan segera, baik oleh kelompok pemuda bahkan juga kelompok tua. Dinamika silaturahmi antarorganisasi terus dilakukan untuk mencapai kesepatan dan mewujudkan Gerakan semangat dan gelora perjuangan para pemuda ini semakin meningkat untuk merapatkan barisan perjuangan di tanah Hindia, karena didukung oleh bergabungnya tokoh-tokoh dan para pelajar dari Perhimpunan Indonesia yang baru saja kembali ke tanah air. Di antara mereka adalah Sartono, Moh. Nazif, dan Mononutu. Selama dua tahun itulah para pemuda mengadakan pertemuan secara intensif di Indonesische Clubgebouw


Pada tanggal 28 Desember 1927, Jong Indonesia menyelenggarakan kongres di Bandung. Dalam kongres ini Ir. Sukarno memberikan ceramah yang dapat menambah semangat para pemuda. Dalam kongres ini juga menetapkan nama Jong Indonesia diganti dengan Pemuda Indonesia. Beberapa keputusan penting dalam kongres ini antara lain:


1. Menetapkan nama Jong Indonesia diganti dengan Pemuda Indonesia.

2. Bahasa Indonesia (akhirnya dipilih bahasa Melayu) dijadikan bahasa pengantar organisasi Pemuda Indonesia.

3. Pemuda Indonesia menyetujui usul PPPI tentang dibentuknya fusi semua organisasi-organisasi lainnya yang berasaskan kebangsaan.


Selanjutnya untuk merealisasikan gagasan fusi semua organisasi itu, PPP! segerta mengambil langkah-langkah. Diadakanlah pertemuan untuk membentuk panitia yang dikenal sebagai Panitia Kongres Pemuda II. Panitia Ini akan bertanggung jawab terhadap serangkaian acara seperti rapat rapat terbuka dan ceramah-ceramah yang menganjurkan dan menguatkan semangat persatuan. Pada bulan Juni 1928, panitia kongres dibentuk. Terpilih sebagai Ketua Kongres Pemuda Il adalah Soegoendo Djojopoespito dari PPPI. Selengkapnya susunan panitia itu sebagai berikut.


Ketua : Soegoendo Djojopoespito dari PPPI

Wakil Ketua : Djoko Marsaid dari Jong Java,

Sekretaris : Muh. Yamin dari Sumatranen Bond

Bendahara : Amir Syarifuddin dari Jong Bataks Bond

Pembantu I : Djohan Muh Tjat dari Jong Islamieten Bond

Pernbantu II : Kontasungkono dari Pemuda Indonesia

Pembantu III : Senduk dari Jong Celebes

Pembantu IV : J. Leimena dari Jong Ambon

Pemantu V : Rohyani dari Pemuda Kaum Betawi


Banyak tokoh-tokoh dari Perhimpunan Indonesia yang memberi saran dan masukan dalam penyelenggaraan kongres, misalnya Sartono, SH., Sunario, SH., Moh. Nazif, A.J.Z Mononutu.


Kongres Perruda Il ini dilaksanakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Yang diundang dalam kongres ini adalah semua organisasi pemuda dan mahasiswa, serta berbagai organisasi dan partai yang sudah ada. Tampak hadir beberapa tokoh pemuda ataupun tokoh senior, seperti: Soegoendo Djojopoespito, Djoko Marsald, Muh Yamin. Amir Syarifuddin, Sartono, Kartokusumo, Abdulrahman, Sunario, Kartosuwiryo, S. Mangunsarkoro, Nonan Purnomowulan, Siti Sundari, Muh. Roem, Wongsonegoro, Kasmansingodimedjo, dan A.K. Gani. Kongres itu juga dihadiri perwakilan dari Volksraad dan juga dari pemerintah Hindia Belanda. Diperkirakan hadir lebih dari 750 orang.



Kongres itu dilaksanakan dalam tiga tahapan sidang


Rapat pertama


Dilaksanakan hari Sabtu, 27 Oktober 1928 malam bertempat di gedung Katholik Jongelingen Bond, Waterloopen Rapat dibuka oleh Ketua Panitia Kongres Pemuda II. Di dalam pembukaan ini juga dibacakan amanat tertulis dari Ir. Sukarno, amanat tertulis dari pengurus Perhimpunan Indonesia yang ada di Belanda. Sementara itu, dalam pidato pembukaan Soegoendo Djojopoespito menyerukan tentang pentingnya Indonesia Bersatu. Dalam sidang pertama, Muh. Yamin memberikan ceramah tentang persatuan dan kebangsaan Indonesia. Dalam ceramahnya itu menegaskan ada lima faktor yang dapat memperkuat persatuan bangsa, yakni faktor: sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.


Rapat kedua


Rapat kedua dilaksanakan pada hari Minggu, 28 Oktober 1928, berlangsung pukul 08.00-12.00 Sidang dilaksanakan di Oost Java Bioscoop Koningsplein, Rapat membahas hal-hal yang berkait dengan pendidikan. Beberapa tokoh tampil berbicara misalnya Nona Purnomowulan, S. Mangunsarkoro. Ki Hajar Dewantoro diharapkan dapat tampil sebagai pembicara tetapi berhalangan hadir


Rapat ketiga


Rapat ketiga dialksanakan pada hari Minggu 28 Oktober 1928 17.30-20.00 Rapat ini dilaksanakan di gedung Indonesische Clubgebouw., Jl. Kramat Raya 106. Pada rapat ketiga ini rencananya akan diramaikan dengan acara pawai atau arak-arakan organisasi kepanduan. Namun, pawal gagal dilakukan karena dihalang-halangi oleh pihak polisi Belanda. Hal ini mengecewakan para peserta. Walaupun demikian, kekecewaan ini tidak menyurutkan semangat para peserta. Bahkan sebaliknya semakin membakar semangat para peserta kongres. Pada rapat yang ketiga ini juga diisi ceramah-ceramah. Misalnya Ramelan menyampaikan tentang gerakan kepanduan. Berikutnya Sunario menyampaikan materi tentang "Pergerakan Pemuda dan Persatuan Bangsa" dalam ceramah ini ditekankan pentingnya persatuan dan kehidupan yang demokratis dan patriotis.


Rapat kemudian diistirahatkan. Pada saat istirahat ini tampillah W.R. Supratman untuk memainkan lagu yang diberi judul "Indonesia Raya". Namun untuk menyiasati agar tidak dilarang oleh orang Belanda yang hadir, W.R. Supratman menampilkan lagu tersebut secara instrumental dengan biola. Lagu inilah yang kemudian kita kenal dengan Lagu Kebangsaan Indonesia dan bendera Merah Putih diakui sebagai bendera kebangsaan.


Setelah istirahat kemudian rapat dilanjutkan. Pada puncak Kongres Pemuda Il ini diikrarkan sebuah sumpah yang kemudian kita kenal dengan nama Sumpah Pemuda senantiasa menjadi keputusan penting yang historis monumental dalam Kongres Pemuda II. Naskah rumusan ikrar Sumpah Pemuda ini selengkapnya dirumuskan oleh Muh. Yamin. Naskah selengkapnya dapat dilihat sebagai berikut.


Setelah Kongres Pemuda II berakhir, perkumpulan-perkumpulan pemuda segera menyiapkan untuk melakukan proses fusi. Bahkan Jong Java sebagai organisasi pemuda terbesar dan tertua mengadakan kongres tanggal 25-29 Desember 1928 di Yogyakarta mem uskan menyetujui untuk ikut fusi di dalam perkumpulan pemuda baru yang akan segera dibentuk.


Sebagai pematangan persiapan fusi, pada tanggal 24 April dan 25 Mei 1929 diadakan pertemuan di gedung Indonesia Clubgebouw yang dihadiri perwakilan perkumpulan pemuda seperti perwakilan Jong Java, Jong Sumatranen Bond, dan Pemuda Indonesia. Dalam pertemuan ini disepakati hasil fusi akan melahirkan organisasi pemuda yang baru yang berdasarkan pada kebangsaan Indonesia. Untuk itu dibentuklah suatu komisi besar yang anggotanya diambil dari berbagai organisasi pemuda. Berdasarkan perwakilan dari masing-masing organisasi itu disusunlah struktur Komisi Besar Indonesia Muda, sebagai berikut.


Ketua : Kuntjoropurbopranoto

Wakil Ketua : Muh, Yamin

Penulis I : Joesoepandi

Penulis II : Sjahrial

Bendahara I : Assaat

Bendahara II : Soewadji Prawirohardjo

Administratie : A.K. Gani

Administratie lI : Mohammad Tamzil

Pembantu I : G.R. Pantouw

Pembantu I : Surjadi


Selanjutnya Komisi Besar Indonesia Muda ini menyelenggarakan kongres pada tanggal 28 Desember 1930 - 2 Januari 1931 di gedung Habiprojo Surakarta. Dalam kongres ini diputuskan organisasi baru sebagai hasil fusi berbagai organisasi pemuda yang diberi nama Indonesia Muda. Tepat pukul 12.00 WIB semua hadirin diminta untuk berdiri dan piagam pendirian Indonesia Muda dibacakan. Pada saat itu Panji-panji Indonesia Muda berkibar untuk selama-lamanya diiringi bunyi gamelan, setelah gamelan berhenti semua pemuda yang hadir menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.


Pada saat diresmikan Indonesia Muda sudah memiliki 25 cabang di seluruh Indonesia dengan 2.393 anggota (Restu Gunawan, "Pemuda dan Perempuan dalam Dinamika Nasionalisme Indonesia", dalam buku Indonesia dalam Arus Sejarah, 2012). Dengan berdirinya Indonesia Muda secara otomatis perkumpulan atau berbagai organisasi pemuda yang ada menyatakan membubarkan diri.


Tujuan organisasi Indonesia Muda ini adalah membangun dan mempertahankan keinsyafan antara anak bangsa yang bertanah air satu agar tercapai Indonesia Raya. Karena Indonesia Muda berusaha memajukan rasa saling menghargai dan memelihara persatuan semua anak bangsa, menjalin kerja sama dengan semua komponen bangsa, mengadakan kursus-kursus untuk memberantas buta huruf, memajukan kegiatan olah raga, dan lain lain.



4. Nilai-nilai Penting Sumpah Pemuda


Menurut Taufik Abdullah, kisah Kongres Pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda memperlihatkan pada kita tentang satu hal yang menarik dalam pengetahuan masa lalu kita. Sumpah Pemuda dapat kita lihat sebagai perwujudan dari sebuah peristiwa besar, yaitu produk dari berkumpulnya organisasi-organisasi pemuda terpelajar untuk melakukan "Kongres Pemuda". Sumpah Pemuda dipandang sebagai pengakuan fundamental dari sebuah bangsa yang masih dalam tahap pembentukan la terbentuk melalui kurun yang waktu panjang. Tujuh tahun setelah terbentuknya Budi Utomo, pemuda Indonesia mulai bangkit meskipun masih dalam tahapan loyalitas kepulauan. Perubahan pesat dan radikal dari organisasi-organisasi pemuda itu mendorong mereka untuk menciptakan persatuan yang lebih luas.


Dengan demikian, jelas nilai yang utama dari peristiwa Sumpah Pemuda adalah nilai persatuan. Persatuan yang diilhami oleh asas perjuangan Perhimpunan Indonesia ini sudah lama diperjuangkan oleh para pemuda. Para pemuda dengan memahami sejarah panjang perjuangan bangsa Indonesia telah melahirkan kesadaran yang mendalam tentang pentingnya persatuan. Kiranya dapat cermati bagaimana ratusan tahun bangsa kita berjuang untuk membebaskan diri dari kekuasaan penjajahan Aceh berjuang, Banten Mataram, Makassar, Maluku, tetapi gagal karena mereka berjuang di daerahnya sendiri-sendiri. Selanjutnya Patimura, Pangeran Hidayatullah, Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Cut Nyak Dien juga kandas tidak mampu mengusir penjajah karena tidak ada saling membantu di antara mereka. Mereka belum mampu menjalin persatuan di antara mereka. Begitu juga di era modern BU, SI, Indische Partij. PSI, PKI, PNI belum berhasil membebaskan Indonesia dari cengkeraman penjajah. Setiap organisasi masih cenderung berjuang dengan organisasinya sendiri. Oleh karena itu, berbagai organisasi pemuda berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan persatuan di antara anak bangsa, minimal di kalangan pemuda. Lahirnya Indonesia Muda diharapkan dapat menggerakkan seluruh komponen bangsa untuk menciptakan Indonesia Raya, membebaskan diri dari penjajahan, dan akhirnya tercapai kemerdekaan.


Nilai berikutnya, adalah kemandirian, Jati diri, kedaulatan atau penguatan nasionalisme. Secara tidak langsung dengan peristiwa Sumpah Pemuda, para pemuda telah meneguhkan pentingnya jati diri Indonesia, penguatan semangat kebangsaan atau nasionalisme. Hal ini tercermin dalam ikrar satu tanah air, satu bangsa dan keikhlasan menjunjung satu bahasa: INDONESIA.


Pernyataan satu nusa, bangsa, dan bahasa Indonesia ini menunjukkan adanya kesadaran yang amat tinggi tentang jati diri dan semangat kebangsaan kita semua sebagai orang Indonesia. Di dalam jati diri dan ruh kebangsaan itu tentu mengandung kemandirian, kalau bangsa ini mandiri berarti berdaulat. berdaulat berarti tidak dijajah orang lain, itulah kemerdekaan.


Di balik peristiwa Sumpah Pemuda, juga terkandung nilai demokrasi. Setelah Sumpah Pemuda diikrarkan, persatuan diwujudkan maka langkah-langkah perjuangan pun dilaksanakan. Dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Raya, satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa perlu ada program-program kebersamaan, saling menghargai, dan rembug bareng di antara komponen bangsa untuk memajukan bangsa. Setelah maju dapat mandiri dan bedaulat. Bahkan dalam strategi politik para pemuda juga mengembangkan sikap saling menghargai baik yang mengambil langkah kooperasi maupun non kooperasi. Mereka dalam berjuang tidak lagi dengan fisik dan kekerasan tetapi dengan bermusyawarah, berdemokrasi misalnya melalui Volksraad.








Post a Comment

0 Comments